Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Memetik Rindu



Tidak jemukah kamu memetik rindu dari relung-relung malam?

terutama setiap Sabtu malam sampai ke atas kota-kota kita.

 

Kamu bersama gawaimu

dan aku bersama gawaiku.

Lalu kita mulai bercerita tentang segala hal

tentang masa lalu yang sudah berlalu

masa kini yang sedang dijalani

pun masa depan yang penuh harapan.

 

Lalu saat perbincangan yang lekat dan hangat

menjelang penghabisan

kita berdua terdiam beberapa helaan napas

membiarkan sebagian rindu yang gugur

bertunas dan bersemai

agar kapan-kapan bisa dipetik kembali.

 

Tidak jemukah aku memetik rindu dari relung-relung malam?

Entahlah.

Pertanyaan seperti itu mungkin tidak butuh jawaban

hanya renungan dan ikhtiar yang panjang.

 

Biarlah demikian.

Aku bisa memiliki banyak waktu untuk merenungkan ikhtiar

di atas pesawat

yang terbang ke kotamu.




---- 



Pertama kali tayang di Kompasiana


Ilustrasi gambar dari glopic.net


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:








Komentar