Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Yuk Belajar Membuat Red Herring Plot Twist

Pernahkah anda membaca novel atau cerpen lalu menjumpai ending yang tak terduga? Misalnya tokoh yang sejak awal anda anggap sebagai tokoh protogonis pada akhirnya malah terbukti sebagai tokoh antagonis yang menjadi penyebab semua masalah. Atau jawaban dari sebuah misteri yang mewarnai seluruh cerita ternyata terletak pada hal-hal sepele yang tidak anda pikirkan sejak awal?

Nah, seperti itulah plot twist bekerja. Twist dalam bahasa inggris berarti puntiran atau memuntir. Jadi plot twist dapat didefinisikan sebagai cara memuntir alur sebuah cerita untuk membuat pembaca tidak dapat menduga arah cerita tersebut. Plot yang tidak bisa ditebak membuat pembaca kerasan membaca karya tersebut hingga akhir. Memang, daya tarik sebuah cerita akan berkurang jika pembaca sudah bisa menerka akan ke mana arah cerita tersebut: bagaimana konfliknya, bagaimana ending-nya, apa yang akan terjadi dengan tokoh protogonis, antagonis dan seterusnya.

Bahkan dengan plot twist yang dahsyat, pembaca bisa terperangah setengah mati karena “terhempas” pada kenyataan yang berbeda dari yang dibayangkan, sampai merasa dikibuli oleh penulis. Banyak yang kemudian malah memutuskan membaca ulang seluruh cerita karena geregetan.

Ada beberapa jenis plot twist, misalnya Anagnorisis, Deus Ex-machina, Unreliable Narrator, Chekov’s Gun, Red Herring, Non-linear Narrative dan sebagainya. Silakan bertanya pada mbah google untuk mengetahui definisi setiap jenis plot twist di atas.

Pada artikel ini kita akan mengulik satu jenis plot twist secara khusus yaitu Red Herring.

Secara harafiah red herring berarti ikan herring merah. Biasa menjadi ungkapan untuk sesat pikir atau sesat logika yang mengalihkan perhatian dari permasalahan utama dengan taktik tertentu. Nah dari sinilah nama red herring digunakan untuk rujukan bagi plot twist ini.

Red herring adalah jenis plot twist yang biasa digunakan pada kisah misteri, cerita detektif dan genre sejenis untuk mengecoh pembaca dengan petunjuk-petujuk palsu. Ini membuat kesimpulan pembaca menjadi bias sehingga dengan mudah plot dapat dipelintir.

Pertanyaannya, bagaimana kiat membangun cerita kita agar red herring yang kita gunakan manjur atau berhasil? Mari melihat unsur-unsur cerita yang dapat menjadi senjata kita membangun plot twist tersebut.

Tokoh

Menurut saya cara membangun plot twist yang paling mudah ada pada “tokoh” cerita. Red herring dapat dimasukkan pada saat membangun karakter tokoh dalam cerita kita. Bagaimana membangun sifat-sifat seorang tokoh sehingga pembaca tidak menduga jika pada akhirnya tokoh protogonis menjadi antagonis atau sebaliknya. Bisa juga penokohan dibuat sedemikian rupa sehingga pembaca tidak menduga tokoh yang semula nampak tidak memiliki peran besar dalam alur ternyata menjadi tokoh penting pada saat cerita mencapai klimaks atau ending.

Cara lain adalah tidak menampakkan semua sifat atau karakter dari tokoh-tokoh dalam cerita kita ke permukaan. Ada sebagian yang disembunyikan dari pembaca, untuk ditampilkan pada saatnya tiba.

Komunitas fiksiana pernah menggelar ajang kolaborasi beberapa penulis fiksi yang menulis cerpen secara estafet hingga menjadi sebuah kisah yang lengkap. Pada akhirnya rangkaian cerita tersebut menjadi sebuah buku bertajuk “Malam Bulan Mati, Balkon dan Ciuman”. Di Kompasiana masih ada jejak rangkaian cerpennya. Silakan disimak (bisa mulai dibaca dari sini) untuk membayangkan bagaimana karakter dapat menjadi senjata ampuh untuk membangun plot twist yang dahsyat.

Tentu pada contoh di atas alur dan penentuan karakter setiap tokoh sangat kompleks karena kisahnya dirangkai oleh banyak penulis, bahkan kadang ada double plot twist di sana. Untuk latihan, bisa dimulai dengan versi yang lebih sederhana.

Identitas

Ini sebenarnya masih cukup dekat dengan pembahasan “tokoh” di atas. Hanya saja jika di atas kita bicara karakter dan sifat-sifat yang ada pada tokoh, pada “identitas” kita menggunakan identitas tokoh dalam cerita menjadi petunjuk palsu untuk mengecoh pembaca. Misalnya tokoh yang dipikir sudah meninggal, ternyata karena keberuntungan tidak jadi meninggal dan muncul kembali pada saat yang tidak diduga-duga. Atau tokoh yang kita tampilkan ternyata memiliki peran ganda, seorang pemain piano klasik sekaligus seorang mata-mata, atau pialang saham yang ternyata memiliki side job sebagai pembunuh bayaran.

Identitas utama ditampilkan sebagai pengecoh sedangkan peran yang tersembunyi merupakan bagian dari plot twist.

Bisa juga tokoh yang ditampilkan ternyata identitasnya tidak seperti yang dibayangkan pembaca. Silakan membaca cerpen Zanitha sebagai contohnya. Ini cerpen yang bertema objectophilia, bukan cerpen misteri tapi bisa jadi contoh untuk membantu kita memahami pembahasan identitas ini.

Motif

Benefit yang dimiliki penulis sebelum menayangkan karyanya adalah hanya penulis yang mengetahui persis apa yang ada dalam benak tokoh-tokoh dalam karyanya. Ini memberi kesempatan pada penulis untuk menyimpan sebagian informasi tersebut sampai waktunya tiba. Penulis cukup memberi petunjuk samar-samar atau yang biasa disebut foreshadowing kepada pembaca, atau malah tidak sama sekali (tapi cara yang terakhir ini cukup ekstrim, jangan sampai cerita kita jadi terkesan terlalu mengada-ada).

Misalnya terjadi kasus pembunuhan dan pembaca tidak memiliki clue kalau pelaku adalah orang terdekat si korban yang malah sepanjang cerita terkesan membantu pihak kepolisian mencari fakta tentang pembunuhnya.

Hal ini terjadi karena pelaku memiliki motif membunuh yang tidak diketahui semua orang (termasuk pembaca), misalnya: dendam masa lalu, atau korban mengetahui kesalahan fatal pelaku dan lain-lain. Petunjuk yang diberikan pun bisa saja saling berhubungan dan bahkan jika penulis berani, mengarahkan petunjuk pada pelaku sebenarnya, tapi karena penyangkalan dan ada bukti lain (sebagai pengecoh), asumsi ini bisa dimentahkan.

Pembaca tidak bisa menyimpulkan sendiri karena tidak mengetahui motif tersebut sampai pada saatnya nanti penulis membuat tabir gelap itu terang benderang.

Sebagai contoh kecil bermain dengan motif dalam membangun plot twist bisa dilihat pada cerpen Jejak-jejak Demon ini.

Nah pembaca sekalian, demikian contoh unsur-unsur dalam cerita yang bisa digunakan untuk membangun plot twist bertipe red herring. Kesimpulannya, dalam membuat red herring plot twist, tugas penulis adalah merangkai petunjuk-petunjuk sedemikian rupa dalam jalinan cerita untuk membuat pembaca terjebak pada kesimpulan yang salah.

Dalam cerita yang lebih panjang, malah kadang dibutuhkan lebih dari satu jenis plot twist untuk membangun keseluruhan cerita. Untuk itu berlatihlah menggunakan teknik foreshadowing agar setelah pelintiran plot yang mengejutkan, pembaca tetap merasa seluruh cerita masuk akal sambil bergumam “Ah, iya ya. Kok tidak kepikiran bakal seperti ini ceritanya?”

Salam Fiksi.


gambar dari https: freepik.com

Pertama kali tayang di Kompasiana.


Baca Juga Artikel Keren lainnya:

Belajar Kehidupan di Eternal Forseti



Komentar