Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Hilang


 
Ada yang masih hilang.

Naskah-naskah cerpen di dalam komputerku
kehilangan tanda tanya
membuat mereka jadi sedingin naskah ilmiah.
Aku juga telah kehilangan senyum itu
hangat matahari pagi ada di dalam lengkungannya.

Kucari tanda tanya itu di antara hujan deras
yang kutemukan masih dirimu
terpekur
menatap payung yang seharusnya mengatapi kepalamu
kini berbaring di atas air yang merambat di atas jalanan.

Hujan menderas
payung itu kini dalam genggamanku
tapi kamu kembali menghilang.

Maukah kamu kembali, gadis manis yang selalu tersenyum hangat
aku lelah melupakanmu.


ilustrasi gambar dari freepik.com 


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:









 


Komentar