Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Menurut bapak, sandal jepit emak
berwarna merah saat pertama dibeli. Sandal itu dibeli tidak lama setelah kelahiranku.
Perkenalkan, namaku Doni. Aku duduk di kelas 8, jadi bisa dikatakan usia sandal jepit itu sekarang sudah 14 tahunan. Memang emak hanya memakai sandal itu untuk tujuan jarak dekat, seperti main ke rumah tetangga atau ke pasar dekat rumah. Sandal itu juga dicuci hampir setiap hari, jadi memang cukup awet terpelihara. Hanya saja warnanya saat ini sudah jadi jingga kekuningan. Warna aslinya sudah tidak nampak lagi.
Pagi ini emak mengomel panjang
lebar. Sebelah kiri sandal jepitnya hilang, tidak tahu bagaimana sampai hilang.
Sudah dicari ke mana-mana tapi belum ketemu.
Kami seisi rumah, bapak, aku, kak
Dimas dan Dhea, adikku, sudah bergerilya ke seluruh sudut-sudut rumah, tapi tidak
ketemu juga. Kami mencari ke halaman, ke jalan kecil di depan rumah bahkan sampai
bertanya ke tetangga untuk mencari sandal jepit itu. Tapi hasilnya nihil.
Hilangnya sandal jepit kesayangan
emak itu ternyata punya dampak besar. Emak mendadak jadi bad mood.
Kulkas sudah kosong melompong, jadi mestinya hari ini emak pergi ke pasar untuk
berbelaja. Tapi tanpa sandal itu, emak kehilangan mood untuk pergi ke
pasar dan berbelanja seperti biasanya.
Akhirnya sebelum berangkat ke
kampus, Kak Dimas yang kebagian tugas berbelanja sayur mayur, ikan dan daging
ayam. Tapi tetap saja untuk membuat semuanya jadi masakan yang lezat ala emak
kan butuh mood juga. Walhasil, masakan emak terasa berbeda, tidak
selezat biasanya.
Peristiwa sandal jepit hilang sudah
berlangsung 3 hari dan yang kami takutkan pun terjadi. Selama itu pula mood
emak tidak balik-balik.
Kami mencari lebih intens lagi. Ke
kompleks tetangga, bertanya ke Pak Pur, tukang sampah yang biasanya keliling
mengangkut sampah dari rumah ke rumah tapi tetap tidak membuahkan hasil.
Mengetahui kabar itu, emak bukannya
move on dan membeli sandal jepit baru, malah tambah sedih. Sepertinya
kalau bapak menghilangkan salah satu koleksi tupperware-nya emak tidak
akan sesedih ini. Kami pun sudah menawarkan untuk membelikan sandal jepit baru
yang mirip-mirip, tapi emak tetap bergeming.
Mau tidak mau bapak akhirnya mengambil
alih pekerjaan rumah tangga. Bapak bangun lebih pagi dari biasanya untuk
membuat sarapan dan makan siang sebelum berangkat ke kantor, memastikan
keperluan Dhea yang masih kelas 2 beres sebelum berangkat ke sekolah. Bapak
juga berusaha pulang kantor lebih cepat agar masih bisa membuat makan malam.
Kami pun membantu sebisanya,
menyiapkan bahan makanan, mencuci piring dan membersihkan rumah.
Tapi tetap tidak ada yang bisa
menggantikan peran emak 100%. Masakan bapak, misalnya, tidak akan bisa menyamai
masakan emak. Buat nasi goreng keasinan, goreng ikan gosong, buat mi instan
hambar karena kebanyakan kuah. Kemarin pagi Dhea yang baru sampai ke sekolah
langsung pulang ke rumah lagi karena ternyata seragamnya salah hari. Begitulah,
selama ini ternyata emak yang lebih hafal warna seragam daripada Dhea sendiri,
apalagi bapak. Untung saja sekolahnya tidak begitu jauh dari rumah.
Di hari yang ke-lima, kami membuat
“persekongkolan” kecil di meja makan. Emak sudah makan malam duluan dan
langsung mengurung diri lagi di dalam kamar.
Kami akan membuat sebuah skenario
dengan aktris utamanya si Dance, kucing kesayangan emak yang sekarang
sedang bunting besar. Skenarionya akan dijalankan besok pagi.
***
Walaupun sedang bad mood, emak
tetap tidak bisa menghilangkan kebiasaannya untuk bangun pagi dan membuka
tirai-tirai semua jendela. Saat membuka tirai jendela dan pintu dapur, emak
melihat Dance melintas di halaman belakang, sambil menggigit sandal jepit emak yang
sebelah kanan. Dance mengambil ancang-ancang untuk meloncat ke tembok pembatas
belakang tapi emas keburu menghampiri dan menggendongnya.
“Oalah, rupanya kamu pelakunya,
Dance,” ucap Emak.
Kami mengintip hati-hati dari
jendela kamar masing-masing. Kami tahu bapak yang menyuruh Dance membawa sandal
jepit itu, entah bagaimana caranya. Dan Dance telah menjalankan perannya dengan
baik.
Pagi itu, kami kembali menemukan
nada riang pada suara emak, nada yang hilang beberapa hari ini. Apalagi setelah
itu emak bergiat memotong bawang, sosis dan bahan-bahan nasi goreng yang lain.
“Bapak, anak-anak, sepertinya Dance
yang ngilangin sandal emak. Dasar kucing usil! Tadi Emak tangkap basah dia
lagi menggotong sandal jepit yang sebelah lagi, entah mau dibawa ke mana, ”
kata emak sembari menuangkan sisa nasi goreng dari panci ke bakul di tengah
meja makan. Kami semua sudah duduk mengitari meja dan makan pagi dengan lahap. Nasi
goreng lezat is back!
“Jadi bagaimana?” tanya Dimas.
“Udah. Buang saja itu sandal yang
sebelah,” sahut emak.
“… lalu beli yang baru ya, Mak?”
tanya Dimas lagi.
“Iya, iya, ” balas emak lalu
kembali ke belakang.
Setelah emak menghilang, bapak tersenyum
penuh kemenangan. Itu kemenangan kami semua.
***
Kak Dimas membeli sandal jepit baru
dengan dengan merek dan warna yang sama, walaupun tidak 100% menyerupai sandal
yang hilang. Tapi emak tetap gembira memakainya.
Sejak itu bapak sudah tidak kalang
kabut lagi mengurusi dapur dan kami semua. Kami juga bisa menikmati hidangan
enak ala emak lagi. Singkat kata, suasana rumah kembali normal seperti biasa.
Kami pun menyadari emak-lah superhero
kami, dengan caranya sendiri. Kami semua ambyar jika sehari saja tanpa
emak.
***
Setelah sebulan berlalu, libur sekolah
tiba.
Emak lebih menikmati waktunya,
karena kami tidak harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke sekolah. Tapi bukan
emak namanya, kalau tidak pandai mengatur strategi agar kami tetap “produktif”
sekalipun libur.
Pada hari kedua libur, emak berinisiatif
mengajak kami bersih-bersih rumah. Kecuali bapak yang harus tetap ngantor,
kami bertiga diberi tugas yang berbeda-beda. Kak Dimas memangkas dahan pohon
jeruk yang mulai rimbun, Dhea mengelap piring-piring dan gelas-gelas antik di
lemari koleksi emak dan aku membersihkan gudang. Emak sendiri menata susunan
sofa, meja dan lemari pajang di ruang tamu. Emak memang suka menata ulang
posisi perabot-perabot rumah setiap beberapa bulan sekali. Biar tidak monoton
alasannya.
Gudang yang jadi pos kerjaku ini sebenarnya
kamar kecil yang dulu digunakan asisten rumah tangga. Tapi setelah kami tidak
memakai jasa asisten rumah tangga lagi karena ibu berhenti bekerja kantoran,
praktis kamar ini lebih sering menganggur. Akhirnya kamar dijadikan tempat
menyimpan barang-barang lama yang sesekali masih digunakan. Di dalam kamar ada
mesin jahit tua, oven antik, beberapa gulungan karpet, kotak-kotak kayu tempat
alat perkakas tukang milik bapak dan barang-barang lainnya.
Aku membersihkan debu-debu vacuum
cleaner. Setelah itu baru menata beberapa barang yang tergeletak berantakan,
termasuk membersihkan salah satu sudut gudang, di samping lemari perabot yang
penuh tumpukan kain buat lap dan kaos-kaos bekas.
Tumpukan itu rencananya memang akan
dibersihkan emak. Tapi beberapa waktu lalu Dance keburu melahirkan 4 ekor anak
kucing lucu di situ.
Anak-anak kucing sudah tumbuh
besar. Tiga di antaranya sudah dikasih ke orang lain, sepupu dan tetangga. Jadi
tumpukan kaos itu tidak dibutuhkan Dance lagi. Kalau pun nanti dia bunting
lagi, aku akan membuat tempat melahirkan yang lebih bagus untuknya.
Saat menarik satu-satu tumpukan
kaos itu aku menemukan pemandangan menarik. Memang tidak terlalu nampak jika
dilihat sekilas karena benda itu tersembunyi di belakang, tidak tersentuh cahaya
di bawah bayangan lemari perabot. Aku menarik keluar benda itu menggunakan
gagang sapu dan … benar saja!
Itu sandal jepit sebelah kiri emak yang
hilang. Sepertinya Dance yang benar-benar menyembunyikannya di belakang
tumpukan kaos itu. Selama ini luput dari perhatian kami, karena memang sangat tersembunyi
letaknya.
Mungkin Dance merasa dekat dengan
sandal itu karena juga dekat dengan emak, atau Dance ingin menjadi ibu-ibu
super untuk anak-anaknya seperti emak. Entahlah.
Aku pun berlari keluar dan memamerkan
temuanku ini di depan emak.
“Mak, ini sudah ketemu sandal jepit
emak yang hilang dulu. Ternyata ada dekat tempat dance ngelahirin, di gudang. ”
Emak yang sedang mengganti tirai
jendela ruang tamu terkejut. Dia pun berhenti dari aktivitasnya dan mengambil
sandal itu.
“Padahal sudah dicari ke mana-mana,
ternyata dalam rumah saja hilangnya. Tidak salah lagi, ini ulah si Dance,” ucap
emak lalu tertawa kecil.
Aku hanya senyam-senyum dan berniat
kembali ke gudang untuk meneruskan pekerjaanku.
Tapi ulah emak berikutnya bikin
geleng-geleng kepala. Emak berteriak dari jendela ke Kak Dimas di luar.
“Dimaaas! Telepon Pak Pur gih!
Siapa tahu dia masih nyimpen sandal jepit emak yang sebelah kanan!”
Haaa!?
Tayang pertama kali di Kompasiana | ilustrasi gambar dari banyumas.tribunnews.com
Komentar