Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Burung Hantu Penunjuk Jalan


 

Adalah Hutan Terlarang, julukan untuk hutan yang membentang luas di bagian utara Kerajaan Galantis. Tidak ada yang tahu awal mula pemberian nama itu. Konon, sebelum menjadi hutan lebat seperti saat ini, tempat itu adalah sebuah kerajaan besar nan masyhur sampai seorang penyihir sakti mandraguna mengutuk kerajaan tersebut.

Hutan terlarang ini begitu lebat. Cahaya matahari nyaris tidak mampu menembus rimbunnya pepohonan. Mereka yang ingin melewati hutan itu harus hafal jalur-jalur perjalanan di bawah lebatnya pepohonan agar tidak tersesat. Ini sepertinya yang menjadi asal mula julukan tersebut.

Untunglah ada seekor burung hantu ajaib yang sering muncul di persimpangan-persimpangan jalan di tengah hutan. Burung hantu tersebut bisa bercakap-cakap seperti manusia. Orang-orang yang melintasi hutan dapat menanyakan arah yang mereka tuju dan burung hantu akan menjawab mereka dengan senang hati. Mereka cukup memberi sepotong ikan atau makanan burung hantu lainnya sebagai imbalan.

Tidak ada yang tahu sudah berapa lama burung hantu ajaib tersebut menjadi penunggu hutan. Namun kisah tentang burung hantu penunjuk arah tersebut sudah tersebar dari mulut ke mulut, sehingga siapapun yang akan bepergian melintasi hutan terlarang sudah menyiapkan perbekalan secukupnya.

“Ada yang bisa dibantu, Tuan?” demikian sapaan khas burung hantu ajaib.

Saat para pelintas menyebut tujuannya, burung hantu pun segera menunjukkan arah yang harus dituju.

“Arkagopus?.... hmm, kota kecil ditepi sungai Teres, bukan? Belok kiri, Tuan, lalu berjalanlah menyusuri barisan pohon Alder, lurus terus sampai ke tepi hutan. Susurilah sungainya ke arah matahari terbenam. Mestinya tidak sampai sehari anda sudah berada di gerbang Arkagopus.”

“Oh ya, anda punya tikus atau ikan?” ucap burung hantu lagi.

Para pelintas merogoh kantong kainnya dan melemparkan ikan segar ke arah burung hantu yang dengan sigap menangkapnya.

Seperti itu peristiwa yang sudah sering terjadi. Burung hantu memberi arah kepada siapapun yang sampai ke tengah hutan dan kebingungan memilih jalan berikutnya: rombongan pedagang sutra, musafir, para rahib, prajurit kerajaan, rombongan sirkus dan lain-lain.

---

Suatu waktu di ujung malam yang berkabut dan dingin, terdengar ringkik belasan kuda yang memecah kesunyian malam. Burung hantu ajaib yang sedang menikmati tikus hutan buruannya terhenyak.

Siapa gerangan rombongan berkuda yang memaksakan diri melintasi Hutan Terlarang di malam hari seperti ini?

Begitu rombongan berkuda mendekat nampaklah rupa mereka. Penunggang-penunggang kuda adalah pria-pria kekar berwajah garang dengan karung-karung lusuh penuh beban di kuda masing-masing. Hampir setiap orang menggenggam obor bernyala untuk mengusir kegelapan. Namun cahaya obor tidak banyak membantu, karena mereka tetap kebingungan begitu sampai di tengah hutan.

Mereka berhadapan dengan persimpangan 5 jalur jalan lainnya. Obor-obor mereka diarahkan ke sana kemari untuk memastikan jalan yang harus ditempuh, tapi mereka tetap kebingungan.

“Di mana burung hantu penunjuk arah itu?” seru salah satu pria sambil memandangi lekat-lekat pepohonan di sekitar mereka. Yang ditunggu-tunggu pun terbang dengan anggun dan hinggap di salah satu cabang pohon Oak.

Burung hantu memicingkan mata. Beberapa kelip pantulan cahaya obor menyibak isi karung-karung lusuh. Sepertinya ada logam atau perhiasan yang tersembunyi di sana. Bisa jadi rombongan itu adalah begal yang baru saja menuntaskan aksinya.

“Ada yang bisa dibantu, Tuan-tuan?” suara serak burung hantu terdengar.

Rombongan berkuda memalingkan pandangan ke arah burung hantu.

“Kami harus ke arah utara secepatnya. Namun kami butuh jalan yang sepi, pedesaan yang senyap untuk beristirahat… Salah satu kawan kami sedang terluka!”

Seorang pria lain bersuara lantang ke arah burung hantu. Dari gesturnya terlihat sepertinya dia adalah pemimpin rombongan tersebut.

Burung hantu mengepakkan sayapnya.

“Arah utara? Hmm,… bagaimana kalau kalian melewati lembah Karmel yang asri dan tenang? Ada desa di balik bukit yang sesuai untuk tempat beristirahat. Tapi, jalan ini kecil dan penuh semak belukar di kanan kirinya karena jarang dilewati.”

Rombongan saling memandang beberapa saat, lalu pemimpin mereka kembali berseru lantang.

“Tidak lama lagi akan melintas pencuri-pencuri yang memakai pakaian prajurit kerajaan untuk menipu orang-orang. Mereka mengejar kami karena kami membawa harta yang mereka inginkan. Bisakah kamu membantu kami burung hantu ajaib? Tunjukkan kepada mereka arah yang lain!”

Burung hantu terdiam sejenak. Sebelum bersuara lagi, pemimpin rombongan berkuda itu menjatuhkan salah satu karung yang penuh dengan ikan. Mata burung hantu membelalak. Belum pernah dia diberi makanan sebanyak itu.

“Bagaimana?”

Burung hantu mengedipkan matanya beberapa kali.

“Baik Tuan-tuan. Aku jamin mereka akan melewati jalan yang lain.”

Pemimpin rombongan tersenyum lalu bertanya kembali, “Jadi kami harus mengikuti jalan yang mana?”

“Teruslah berkuda menyusuri jalan di bawah pohon Oak ini. Setelah bertemu pohon Oak raksasa, kalian akan tahu begitu melihatnya, beloklah ke kiri. Setelah berkuda beberapa waktu, mestinya rombongan kalian bertemu persimpangan lainnya. Ambillah jalan yang kanan. Telusuri jalan tersebut sampai ke jembatan besar lalu beloklah ke kiri setelah menyeberangi jembatan. Jalan itu jarang sekali dilewati, tapi akan menuntun kalian sampai ke lembah Karmel ke arah utara. Jika terus berkuda, mestinya kalian sudah sampai di lembah Karmel saat fajar.“

Sang pemimpin pun memberi tanda pada kawan-kawannya untuk kembali melanjutkan perjalanan.

Setelah mereka berlalu dari situ, suasana kembali sunyi dan gelap berkabut. Tapi keadaan ini bukan halangan bagi burung hantu yang bermata tajam untuk terbang ke bawah dan menemukan ikan-ikan yang berserakan di bawah pohon Oak.

Saat sedang asyik mencerna makan malamnya di salah satu cabang pohon, dari jauh terdengar deru rombongan berkuda lainnya. Pendar-pendar cahaya obor mereka sudah terlihat dari kejauhan.

Saat sampai di persimpangan, mereka dilanda kebingungan yang sama. Mereka adalah dua puluh penunggang kuda berpakaian prajurit lengkap.

Mata burung hantu yang jeli bisa segera mengenali ornamen pada pakaian dan atribut prajurit yang mereka gunakan. Bisa dipastikan mereka memang benar-benar prajurit kerajaan Galantis. Berarti rombongan berkuda yang tadi lewat adalah para pencuri yang sebenarnya.

Saat itulah burung hantu terbang dan hinggap di salah satu dahan yang terdekat dengan rombongan prajurit.

“Ada yang bisa dibantu, Tuan-tuan?”

Para prajurit terkejut dengan suara tiba-tiba itu dan spontan memasang formasi siaga. Nampaknya belum semua prajurit pernah bertemu secara langsung dengan si burung hantu.

Tapi kepala pasukan yang nampak lebih berpengalaman dan lebih ramah, mengangkat obornya dan berseru ke arah burung hantu.

“Burung Hantu yang baik, kami sedang mengejar rombongan pencuri yang baru saja menjarah dan membakar setengah dari rumah penduduk di salah satu desa. Mereka melintasi Hutan Terlarang ini dan mestinya belum terpaut jauh jaraknya dari rombongan kami. Apakah kamu mengetahui keberadaan mereka?”

“Ya, aku tahu,” sahut burung hantu. “Tapi aku sudah berjanji akan menunjukkan arah jalan yang lain kepada kalian.”

Para prajurit saling memandang karena tidak memahami maksud burung hantu.

“Jadi kamu tidak bersedia membantu kami?” tanya kepala pasukan lagi.

“Aku tidak bilang begitu. Aku akan membantu kalian, Tuan-tuan, tapi dengan menunjukkan jalan yang lain.”

Kepala pasukan mengangguk-angguk paham.

“Dengan kecepatan berkuda seperti itu, kalian mestinya bisa menyergap kawanan pencuri sebelum fajar nanti, di lembah Karmel. Ambillah jalan yang kiri, lalu telusuri barisan pohon pinus menuju bukit. Aku lihat kuda-kuda kalian adalah kuda terlatih. Jika arah kalian benar, mestinya di ujung bukit kalian akan bertemu dengan beberapa rumah tua kosong, sebuah desa yang sudah lama ditinggalkan …”

“Ya, aku tahu tempat itu,” sambung kepala pasukan.

“Bagus. Setelah itu teruslah ke arah utara dengan menuruni bukit ke arah lembah Karmel. Ada jembatan bambu yang dibuat oleh penduduk desa terdekat, sepertinya cukup kuat untuk dilewati rombongan berkuda. Jika tidak terlambat, kalian akan sampai duluan di sana sebelum rombongan pencuri tiba. Kalian hanya perlu mengatur strategi terbaik untuk menyergap mereka.”

Kepala pasukan pun berterima kasih dan memberi tanda agar pasukannya kembali melaju, tapi tiba-tiba dia berhenti karena mengingat sesuatu.

“Oh, maaf. Biasanya ada imbalan atas petunjuk seperti ini, bukan? Tapi… kami belum sempat mempersiapkan-“

“-tidak apa-apa,” sahut burung hantu. “Aku masih punya banyak persediaan makanan.”

Kepala pasukan tersenyum lega. “Syukurlah. Prajurit! Ayo berangkat!”

Pasukan berkuda itu pun kembali melanjutkan perburuannya. Kepala pasukan berada di barisan depan untuk memandu rombongannya mengikuti petunjuk burung hantu.

Beberapa hari kemudian, tersiar kabar kalau para prajurit kerajaan berhasil menangkap rombongan pencuri dan mengembalikan jarahan mereka kepada penduduk desa.

Burung hantu ajaib sudah berperan membantu prajurit kerajaan menumpas satu lagi kejahatan. Dia tidak memerlukan tanda jasa atau hadiah kehormatan lainnya. Yang penting ada ikan segar atau makanan lainnya untuk mengisi perut, dia akan terus menjadi penunjuk arah bagi orang-orang yang nyaris tersesat di hutan larangan.


Tayang pertama kali di Kompasiana | ilustrasi gambar dari Pixabay   


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Komentar

Nadita mengatakan…
Ceritanya bagus 👍
Noff mengatakan…
Kerenn