Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Adalah Hutan Terlarang, julukan untuk hutan yang membentang luas di bagian utara Kerajaan Galantis. Tidak ada yang tahu awal mula pemberian nama itu. Konon, sebelum menjadi hutan lebat seperti saat ini, tempat itu adalah sebuah kerajaan besar nan masyhur sampai seorang penyihir sakti mandraguna mengutuk kerajaan tersebut.
Hutan terlarang ini begitu lebat. Cahaya matahari nyaris tidak
mampu menembus rimbunnya pepohonan. Mereka yang ingin melewati hutan itu harus
hafal jalur-jalur perjalanan di bawah lebatnya pepohonan agar tidak tersesat. Ini
sepertinya yang menjadi asal mula julukan tersebut.
Untunglah ada seekor burung hantu ajaib yang sering muncul di
persimpangan-persimpangan jalan di tengah hutan. Burung hantu tersebut bisa bercakap-cakap
seperti manusia. Orang-orang yang melintasi hutan dapat menanyakan arah yang
mereka tuju dan burung hantu akan menjawab mereka dengan senang hati. Mereka
cukup memberi sepotong ikan atau makanan burung hantu lainnya sebagai imbalan.
Tidak ada yang tahu sudah berapa lama burung hantu ajaib
tersebut menjadi penunggu hutan. Namun kisah tentang burung hantu penunjuk arah
tersebut sudah tersebar dari mulut ke mulut, sehingga siapapun yang akan
bepergian melintasi hutan terlarang sudah menyiapkan perbekalan secukupnya.
“Ada yang bisa dibantu, Tuan?” demikian sapaan khas burung
hantu ajaib.
Saat para pelintas menyebut tujuannya, burung hantu pun
segera menunjukkan arah yang harus dituju.
“Arkagopus?.... hmm, kota kecil ditepi sungai Teres, bukan?
Belok kiri, Tuan, lalu berjalanlah menyusuri barisan pohon Alder, lurus terus
sampai ke tepi hutan. Susurilah sungainya ke arah matahari terbenam. Mestinya tidak
sampai sehari anda sudah berada di gerbang Arkagopus.”
“Oh ya, anda punya tikus atau ikan?” ucap burung hantu
lagi.
Para pelintas merogoh kantong kainnya dan melemparkan ikan
segar ke arah burung hantu yang dengan sigap menangkapnya.
Seperti itu peristiwa yang sudah sering terjadi. Burung
hantu memberi arah kepada siapapun yang sampai ke tengah hutan dan kebingungan
memilih jalan berikutnya: rombongan pedagang sutra, musafir, para rahib, prajurit
kerajaan, rombongan sirkus dan lain-lain.
---
Suatu waktu di ujung malam yang berkabut dan dingin, terdengar
ringkik belasan kuda yang memecah kesunyian malam. Burung hantu ajaib yang
sedang menikmati tikus hutan buruannya terhenyak.
Siapa gerangan rombongan berkuda yang
memaksakan diri melintasi Hutan Terlarang di malam hari seperti ini?
Begitu rombongan berkuda mendekat nampaklah rupa mereka.
Penunggang-penunggang kuda adalah pria-pria kekar berwajah garang dengan
karung-karung lusuh penuh beban di kuda masing-masing. Hampir setiap orang
menggenggam obor bernyala untuk mengusir kegelapan. Namun cahaya obor tidak
banyak membantu, karena mereka tetap kebingungan begitu sampai di tengah hutan.
Mereka berhadapan dengan persimpangan 5 jalur jalan lainnya.
Obor-obor mereka diarahkan ke sana kemari untuk memastikan jalan yang harus
ditempuh, tapi mereka tetap kebingungan.
“Di mana burung hantu penunjuk arah itu?” seru salah satu
pria sambil memandangi lekat-lekat pepohonan di sekitar mereka. Yang
ditunggu-tunggu pun terbang dengan anggun dan hinggap di salah satu cabang
pohon Oak.
Burung hantu memicingkan mata. Beberapa kelip pantulan
cahaya obor menyibak isi karung-karung lusuh. Sepertinya ada logam atau perhiasan
yang tersembunyi di sana. Bisa jadi rombongan itu adalah begal yang baru saja
menuntaskan aksinya.
“Ada yang bisa dibantu, Tuan-tuan?” suara serak burung
hantu terdengar.
Rombongan berkuda memalingkan pandangan ke arah burung
hantu.
“Kami harus ke arah utara secepatnya. Namun kami butuh
jalan yang sepi, pedesaan yang senyap untuk beristirahat… Salah satu kawan kami
sedang terluka!”
Seorang pria lain bersuara lantang ke arah burung hantu.
Dari gesturnya terlihat sepertinya dia adalah pemimpin rombongan tersebut.
Burung hantu mengepakkan sayapnya.
“Arah utara? Hmm,… bagaimana kalau kalian melewati lembah Karmel
yang asri dan tenang? Ada desa di balik bukit yang sesuai untuk tempat beristirahat.
Tapi, jalan ini kecil dan penuh semak belukar di kanan kirinya karena jarang
dilewati.”
Rombongan saling memandang beberapa saat, lalu pemimpin
mereka kembali berseru lantang.
“Tidak lama lagi akan melintas pencuri-pencuri yang memakai
pakaian prajurit kerajaan untuk menipu orang-orang. Mereka mengejar kami karena
kami membawa harta yang mereka inginkan. Bisakah kamu membantu kami burung
hantu ajaib? Tunjukkan kepada mereka arah yang lain!”
Burung hantu terdiam sejenak. Sebelum bersuara lagi,
pemimpin rombongan berkuda itu menjatuhkan salah satu karung yang penuh dengan
ikan. Mata burung hantu membelalak. Belum pernah dia diberi makanan sebanyak
itu.
“Bagaimana?”
Burung hantu mengedipkan matanya beberapa kali.
“Baik Tuan-tuan. Aku jamin mereka akan melewati jalan yang
lain.”
Pemimpin rombongan tersenyum lalu bertanya kembali, “Jadi
kami harus mengikuti jalan yang mana?”
“Teruslah berkuda menyusuri jalan di bawah pohon Oak ini. Setelah
bertemu pohon Oak raksasa, kalian akan tahu begitu melihatnya, beloklah ke kiri.
Setelah berkuda beberapa waktu, mestinya rombongan kalian bertemu persimpangan
lainnya. Ambillah jalan yang kanan. Telusuri jalan tersebut sampai ke jembatan besar
lalu beloklah ke kiri setelah menyeberangi jembatan. Jalan itu jarang sekali
dilewati, tapi akan menuntun kalian sampai ke lembah Karmel ke arah utara. Jika
terus berkuda, mestinya kalian sudah sampai di lembah Karmel saat fajar.“
Sang pemimpin pun memberi tanda pada kawan-kawannya untuk kembali
melanjutkan perjalanan.
Setelah mereka berlalu dari situ, suasana kembali sunyi dan
gelap berkabut. Tapi keadaan ini bukan halangan bagi burung hantu yang bermata
tajam untuk terbang ke bawah dan menemukan ikan-ikan yang berserakan di bawah
pohon Oak.
Saat sedang asyik mencerna makan malamnya di salah satu
cabang pohon, dari jauh terdengar deru rombongan berkuda lainnya. Pendar-pendar
cahaya obor mereka sudah terlihat dari kejauhan.
Saat sampai di persimpangan, mereka dilanda kebingungan
yang sama. Mereka adalah dua puluh penunggang kuda berpakaian prajurit lengkap.
Mata burung hantu yang jeli bisa segera mengenali ornamen
pada pakaian dan atribut prajurit yang mereka gunakan. Bisa dipastikan mereka
memang benar-benar prajurit kerajaan Galantis. Berarti rombongan berkuda yang tadi
lewat adalah para pencuri yang sebenarnya.
Saat itulah burung hantu terbang dan hinggap di salah satu
dahan yang terdekat dengan rombongan prajurit.
“Ada yang bisa dibantu, Tuan-tuan?”
Para prajurit terkejut dengan suara tiba-tiba itu dan spontan
memasang formasi siaga. Nampaknya belum semua prajurit pernah bertemu secara langsung
dengan si burung hantu.
Tapi kepala pasukan yang nampak lebih berpengalaman dan
lebih ramah, mengangkat obornya dan berseru ke arah burung hantu.
“Burung Hantu yang baik, kami sedang mengejar rombongan
pencuri yang baru saja menjarah dan membakar setengah dari rumah penduduk di
salah satu desa. Mereka melintasi Hutan Terlarang ini dan mestinya belum
terpaut jauh jaraknya dari rombongan kami. Apakah kamu mengetahui keberadaan
mereka?”
“Ya, aku tahu,” sahut burung hantu. “Tapi aku sudah
berjanji akan menunjukkan arah jalan yang lain kepada kalian.”
Para prajurit saling memandang karena tidak memahami maksud
burung hantu.
“Jadi kamu tidak bersedia membantu kami?” tanya kepala
pasukan lagi.
“Aku tidak bilang begitu. Aku akan membantu kalian,
Tuan-tuan, tapi dengan menunjukkan jalan yang lain.”
Kepala pasukan mengangguk-angguk paham.
“Dengan kecepatan berkuda seperti itu, kalian mestinya bisa
menyergap kawanan pencuri sebelum fajar nanti, di lembah Karmel. Ambillah jalan
yang kiri, lalu telusuri barisan pohon pinus menuju bukit. Aku lihat kuda-kuda
kalian adalah kuda terlatih. Jika arah kalian benar, mestinya di ujung bukit
kalian akan bertemu dengan beberapa rumah tua kosong, sebuah desa yang sudah
lama ditinggalkan …”
“Ya, aku tahu tempat itu,” sambung kepala pasukan.
“Bagus. Setelah itu teruslah ke arah utara dengan menuruni
bukit ke arah lembah Karmel. Ada jembatan bambu yang dibuat oleh penduduk desa
terdekat, sepertinya cukup kuat untuk dilewati rombongan berkuda. Jika tidak
terlambat, kalian akan sampai duluan di sana sebelum rombongan pencuri tiba.
Kalian hanya perlu mengatur strategi terbaik untuk menyergap mereka.”
Kepala pasukan pun berterima kasih dan memberi tanda agar
pasukannya kembali melaju, tapi tiba-tiba dia berhenti karena mengingat sesuatu.
“Oh, maaf. Biasanya ada imbalan atas petunjuk seperti ini,
bukan? Tapi… kami belum sempat mempersiapkan-“
“-tidak apa-apa,” sahut burung hantu. “Aku masih punya
banyak persediaan makanan.”
Kepala pasukan tersenyum lega. “Syukurlah. Prajurit! Ayo
berangkat!”
Pasukan berkuda itu pun kembali melanjutkan perburuannya.
Kepala pasukan berada di barisan depan untuk memandu rombongannya mengikuti
petunjuk burung hantu.
Beberapa hari kemudian, tersiar kabar kalau para prajurit kerajaan
berhasil menangkap rombongan pencuri dan mengembalikan jarahan mereka kepada
penduduk desa.
Burung hantu ajaib sudah berperan membantu prajurit kerajaan menumpas satu lagi kejahatan. Dia tidak memerlukan tanda jasa atau hadiah kehormatan lainnya. Yang penting ada ikan segar atau makanan lainnya untuk mengisi perut, dia akan terus menjadi penunjuk arah bagi orang-orang yang nyaris tersesat di hutan larangan.
Tayang pertama kali di Kompasiana | ilustrasi gambar dari Pixabay
Komentar