Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pada sebuah ujung senja yang damai, bintang berpapasan dengan matahari yang hendak pamit untuk menabur cahayanya di belahan bumi yang lain. Bintang yang masih muda belia itu pun bertanya,
“Tuan, jika suatu saat anda menjadi tua dan lelah, siapa lagi
yang akan menyinari bumi?”
Matahari tersenyum dan berhenti sejenak. Dia berpikir,
mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.
“Bintang muda yang budiman. Sebelum menjawab pertanyaan
itu, aku akan bertanya kepadamu terlebih dahulu. Mengapa kamu dan kawan-kawanmu
masih betah menghiasi malam? Dan sampai kapan?”
Bintang sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Tapi dia
langsung menjawab dengan yakin.
“Sudah kodrat kami untuk menghiasi langit malam, bukan?
Tapi di samping itu, saya sendiri senang dengan tugas ini. Manusia adalah
makhluk yang sangat rapuh. Mereka membutuhkan bintang-bintang, rembulan, anda,
Tuan Matahari, untuk memberi mereka kekuatan di saat gelap. Tetapi sampai
kapan, entahlah. Di alam semesta ini, tidak ada yang benar-benar abadi.”
Matahari mengangguk-angguk.
“Benar katamu. Tidak ada yang abadi, termasuk juga diriku,
suatu saat bisa pudar dan menghilang. Jadi sebenarnya yang paling penting
adalah manusia-manusia dan kemanusiaan di bawah sana. Selagi mereka memiliki
terang yang kuat dalam hatinya, mereka akan selalu punya cara untuk
menghadirkan matahari-matahari yang lain di atas dunia mereka.Tapi sebaliknya,
jika hati mereka gelap gulita, 10, 100 atau 1.000 matahari pun tidak akan cukup
untuk menerangi dunia mereka.”
“Jadi apakah manusia harus dipisahkan dari gelap?” tanya
bintang lagi.
Matahari terdiam sejenak.
“Gelap dibutuhkan untuk menguji terang. Gelap kadang
dibutuhkan agar manusia semakin menghargai terang. Tapi celakalah manusia yang
membiarkan gelap mengambil alih sumber terang dalam dirinya.”
Matahari memandang langit yang semakin temaram. Bulan
setengah purnama datang malu-malu di antara awan berwarna tembaga.
“Sepertinya aku sudah harus pergi sekarang. Selamat
bertugas, Bintang muda. Senang bercakap-cakap denganmu. Oh ya, sebagai
informasi, sebenarnya aku sudah sangat tua. Hanya saja, aku belum lelah,”
ucapnya lalu tertawa kecil.
Bintang ikut tertawa, lalu membalas salam perpisahan matahari dengan takzim. Setelah matahari benar-benar hilang di ufuk barat, dia berjanji suatu saat akan menjadi seperti matahari yang kuat dan penuh kebijaksanaan.
---
Tayang pertama kali di Kompasiana | ilustrasi gambar oleh 2758992 dari pixabay.com
Komentar