Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Seekor nyamuk terbang dengan kecepatan rendah di dekat rawa pinggiran hutan. Nyamuk itu adalah nyamuk raja, pemilik darah emas. Mestinya dia tidak boleh melenggang seorang diri tanpa pengawalan prajurit-prajurit kerajaan. Tapi nyamuk raja sedang ingin jauh dari hiruk pikuk dan formalitas birokrasi kerajaan.
Sayang, denging sayapnya mengalihkan perhatian makhluk
bermata bulat dengan tubuh penuh lendir di dekat situ.
Happ!!
Sekali menjulurkan lidah, kodok rawa itu berhasil mencaplok
nyamuk yang malang tadi untuk appetizer
makan malamnya.
Kodok itu lalu melompat beberapa kali agar lebih dekat
dengan pinggiran rawa. Tapi nasibnya tidak kalah malang. Sekonyong-konyong dari
balik rerumputan meluncur ular sawah dengan mulut terbuka lebar. Dalam hitungan
detik, kodok tersebut berada dalam pelukan maut ular kelaparan itu. Beberapa
saat berikutnya, ular tersebut telah bersusah payah menelan kodok yang berukuran
dua kali ukuran kepalanya
Butuh waktu beberapa hari untuk meluruhkan seluruh tubuh
mangsa di dalam perutnya, sehingga ular itu berleha-leha sambil bermetabolisme,
tersembunyi di antara semak belukar.
Malang nasibnya. Pada suatu siang seekor elang berhasil
mengintip tempat persembunyian ular itu dari angkasa. Dengan manuver terbang
yang luar biasa, elang tersebut berhasil menyambar ular dari antara rerumputan
tanpa perlawanan yang berarti.
Mangsa empuk itu dicengkeram erat dengan kuku-kuku setajam
samurai dan dibawa ke atas sebuah dahan pohon kering, tempat elang itu akan merayakan
makan siangnya.
Tapi malang, saat tengah asyik mencabik dan mengunyah
buruannya, tubuh elang itu tertembus anak panah milik seorang pemuda suku Inhui yang juga tengah berburu. Suku
Inhui adalah salah satu suku yang menghuni pinggiran hutan itu.
Elang yang malang menggelapar dalam sakratul maut sebelum
akhirnya mati karena anak panah menyobek organ vitalnya.
Pemuda itu segera menyeret tubuh elang dan membawanya ke
perkampungan.
Selepas senja dia bersama tiga orang kawannya sesama pemuda
suku Inhui memanggang elang yang malang itu untuk teman minum tuak. Saat sedang
berpesta di sekitar api unggun kecil, pemuda suku Inhui tersebut tidak
menyadari kalau bahunya yang terbuka jadi santapan nyamuk-nyamuk hutan.
“Ayo cepat, Prajurit! Kita harus berhasil mengisap darah
emas dari tubuh manusia itu,” perintah kepala prajurit nyamuk. Setiap prajurit
sudah terlatih mencium aroma darah emas walaupun sudah berpindah tubuh berkali-kali.
Kini mereka juga jadi tahu bagaimana nasib sang raja yang sudah hilang
berhari-hari lamanya. Bagaimanapun juga, darah emas adalah simbol kedaulatan
kerajaan mereka.
---
Tayang pertama kali di Kompasiana | ilustrasi gambar dari pixabay.com
Komentar