Postingan

Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Likuifaksi

Mati itu Bahasa Takdir

Sekali Lagi Kita Diuji

Nakal

Campur Tangan Langit

Merdeka dalam Roti Isi

Musuh

Stereogram

Memilih Diam

Apa Adanya

Kita Terluka Lagi

Mahar

Kapal Sekarat

Pohon-pohon Cinta

Garis Batas

Rebana Jiwa

Kabar dari Laut

Janji itu Utang Nurani

Gelora

Gelora Pagi